Jumat, 11 Maret 2011

Harga Waktu, Cinta dan Kebersaman (Sebuah renungan, Inspirasi)

Seorang pria pulang kantor terlambat, dalam keadaan lelah dan penat, saat menemukan anak lelakinya yang berumur 5 tahun menyambutnya di depan pintu.

“Ayah, boleh aku tanyakan satu hal?”
“Tentu, ada apa?”
“Ayah, berapa rupiah ayah peroleh tiap jamnya?”
“Itu bukan urusanmu. Mengapa kau tanyakan soal itu?” kata si lelaki dengan marah.
“Saya cuma mau tahu. Tolong beritahu saya, berapa rupiah ayah peroleh dalam satu jam?” si kecil memohon.
“Baiklah, kalau kau tetap ingin mengetahuinya. Ayah mendapatkan Rp 20 ribu tiap jamnya.”
“Oh,” sahut si kecil, dengan kepala menunduk. Tak lama kemudian ia mendongakkan kepala, dan berkata pada ayahnya, “Yah, boleh aku pinjam uang Rp 10 ribu?”

Si ayah tambah marah, “Kalau kamu tanya-tanya soal itu hanya supaya dapat meminjam uang dari ayah agar dapat jajan sembarangan atau membeli mainan, pergi sana ke kamarmu, dan tidur. Sungguh keterlaluan. Ayah bekerja begitu keras berjam-jam setiap hari, ayah tak punya waktu untuk perengek begitu.”

Si kecil pergi ke kamarnya dengan sedih dan menutup pintu. Si ayah duduk dan merasa makin jengkel pada pertanyaan anak lelakinya.

Betapa kurang ajarnya ia menanyakan hal itu hanya untuk mendapatkan uang? Sekitar sejam kemudian, ketika lelaki itu mulai tenang, ia berpikir barangkali ia terlalu keras pada si anak. Barangkali ada keperluan yang penting hingga anaknya memerlukan uang Rp 10 ribu darinya, toh ia tak sering-sering meminta uang. Lelaki itu pun beranjak ke pintu kamar si kecil dan membukanya.

“Kau tertidur, Nak?” ia bertanya.
“Tidak, Yah, aku terjaga,” jawab si anak.
“Setelah ayah pikir-pikir, barangkali tadi ayah terlalu keras padamu,” kata si ayah. “Hari ini ayah begitu repot dan sibuk, dan ayah melampiaskannya padamu. Ini uang Rp 10 ribu yang kau perlukan.”

Si bocah laki-laki itu duduk dengan sumringah, tersenyum, dan berseru, “Oh, ayah, terima kasih.”

Lalu, sambil menguak bantal tempatnya biasa tidur, si kecil mengambil beberapa lembar uang yang tampak kumal dan lecek.

Melihat anaknya ternyata telah memiliki uang, si ayah kembali naik pitam. Si kecil tampak menghitung-hitung uangnya.

“Kalau kamu sudah punya uang sendiri, kenapa minta lagi?” gerutu ayahnya.
“Karena uangku belum cukup, tapi sekarang sudah.” jawab si kecil.
“Ayah, sekarang aku punya Rp 20 ribu. Boleh aku membeli waktu ayah barang satu jam? Pulanglah satu jam lebih awal besok, aku ingin makan malam bersamamu.”

Senin, 07 Maret 2011

Do'a Sehari-hari (Cuplikan Kecil)

Do’a-Do’a

Do’a minta supaya bisa Haji
اللهم بلغنا مكة والمدينة والعرفة وارزقناالحج المبرور وارض عنا واغفرلنا وارحمنا أنت مولانا فانصرنا على القوم الكافرين
Raja Istighfar
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رضى الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ لَهُ « أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى سَيِّدِ الاِسْتِغْفَارِ {اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّى لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِى وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ وَأَبُوءُ إِلَيْكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَىَّ وَأَعْتَرِفُ بِذُنُوبِى فَاغْفِرْ لِى ذُنُوبِى إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ} . لاَ يَقُولُهَا أَحَدُكُمْ حِينَ يُمْسِى فَيَأْتِى عَلَيْهِ قَدَرٌ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَلاَ يَقُولُهَا حِينَ يُصْبِحُ فَيَأْتِى عَلَيْهِ قَدَرٌ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ٭ الترمذى
Pagi & Sore
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ فِى صَبَاحِ كُلِّ يَوْمٍ وَمَسَاءِ كُلِّ لَيْلَةٍ { بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ } ثَلاَثَ مَرَّاتٍ فَيَضُرُّهُ شَىْءٌ ٭ الترمذى
Do’a mau Tidur
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ ، ثُمَّ قُلِ { اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِى إِلَيْكَ ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِى إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِى إِلَيْكَ ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ }. فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ » البخارى


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضْ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ ، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ ، ثُمَّ يَقُولُ { بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِى ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ ، إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِى فَارْحَمْهَا ، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ الصَّالِحِينَ } ٭ البخارى


عَنْ حُذَيْفَةَ – رضى الله عنه قَالَ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنَ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يَقُولُ {اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا

وَإِذَا اسْتَيْقَظَ قَالَ { الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ }٭ البخارى
Do’a Masuk WC
عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ { اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ} ٭ البخارى
Do’a Kelur WC
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلاَءِ قَالَ { غُفْرَانَكَ }٭ الترمذى
Do’a Masuk Rumah
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا وَلَجَ الرَّجُلُ فِى بَيْتِهِ فَلْيَقُلِ { اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَوْلِجِ وَخَيْرَ الْمَخْرَجِ بِسْمِ اللَّهِ وَلَجْنَا وَبِسْمِ اللَّهِ خَرَجْنَا وَعَلَى اللَّهِ رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا } ثُمَّ لْيُسَلِّمْ عَلَى أَهْلِهِ ٭ ابو داود
Do’a Keluar Rumah
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ مَا خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ بَيْتِى قَطُّ إِلاَّ رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ { اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ }٭ ابو داود
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَالَ – يَعْنِى إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ - {بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ }. يُقَالُ لَهُ كُفِيتَ وَوُقِيتَ. وَتَنَحَّى عَنْهُ الشَّيْطَانُ ٭ الترمذى
Do’a Setelah Makan & Setelah Memakai Pakaian
عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ مَنْ أَكَلَ طَعَامًا ثُمَّ قَالَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا الطَّعَامَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ } غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ
وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا فَقَالَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ } غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ٭ ابو داود
Do’a Setelah Memakai Pakaian Baru
يَقُولُ مَنْ لَبِسَ ثَوْبًا جَدِيدًا فَقَالَ {الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى مَا أُوَارِى بِهِ عَوْرَتِى وَأَتَجَمَّلُ بِهِ فِى حَيَاتِى } ثُمَّ عَمَدَ إِلَى الثَّوْبِ الَّذِى أَخْلَقَ فَتَصَدَّقَ بِهِ كَانَ فِى كَنَفِ اللَّهِ وَفِى حِفْظِ اللَّهِ وَفِى سَتْرِ اللَّهِ حَيًّا وَمَيِّتًا ٭ الترمذى

Do’a Berdiri Dari Duduk
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-مَنْ جَلَسَ فِى مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ سُبْحَانَكَ { اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ } إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِى مَجْلِسِهِ ذَلِكَ ٭ الترمذى

GARAM… TELAGA (Sebuah Renungan, Motivasi)

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa Membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Asiiin atau Pahit malah. Pahiiit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.

“Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah”. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, Bagaimana rasanya?”. “Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk
punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama”.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung ! pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu”. Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
“Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan”.

KELINCI DAN KURA-KURA (Sebuah Renungan, Motivasi)

Disuatu masa disuatu dimensi,kura-kura berdebat dengan kelinci mengenai siapa yang lebih cepat.

Akhirnya mereka memutuskan untuk adu lari dan sepakat jalurnya. Kelinci melesat ninggalin kura-kura. Setelah tahu kura-kura tertinggal jauh di belakang, kelinci mutusin untuk beristirahat sejenak sebelum lanjut lagi, “Ah,gue istirahat dulu, ntar klo si kura-kura dah deket baru gue lari lagi.”. Kelinci duduk di bawah pohon (ga di atas pohon karena kelinci ga bisa manjat) dan akhirnya tertidur pules.
Kura-kura akhirnya melalui kelinci yang sedang tertidur dan memenangkan adu lari. Akhirnya kelinci pun terbangun dan menyadari dirinya telah kalah.

Moral : alon-alon asal kelakon yg akan berjaya

Karena malu dan kecewa yang mendalam, kelinci melakukan Antisipasi Kegagalan (Root Cause Analysis). Ia yakin bahwa kekalahannya hanya karena ia terlalu percaya diri, ceroboh dan lalai. “Klo kemaren gue ga macem2, ga mungkin gue kalah” pikir kelinci. Ditantangnya lg si kura-kura, “Hei kura-kura, sini loe… Gue ga trima loe menang kemaren, ayo kita lomba lagi, sekali ini pasti gue yang menang” .
Si kura-kura nyante aja ngejawab, “hayyuukk, siapa takut?”
Akhirnya dimulai lomba, dan dari awal lomba kelinci melesat meninggalkan kura-kura dan terus berlari hingga ke garis finish. beneran juga, kelinci yang menang.

Moral : Yang cepet dan konsisten selalu mengalahkan yg alon-alon asal kelakon .

Kura-kura panas, dan setelah dipikir-pikir baru nyadar klo dia ga bakalan bisa ngalahin kelinci dengan kondisi seperti itu. Ditantangnyalah kelinci adu lari lg ke suatu tempat. “Hei kelinci, ayo kita lomba lagi. Sekarang kita lewat jalan ini ke sana. Brani ga loe?”
Ditantang seperti itu, kelinci langsung mau aja karna dah yakin dia yang bakalan menang, wong kemaren aja dia bisa menang. Lomba dimulai dan dengen kencangnya kelinci berlari meninggalkan kura-kura.
“Yang penting gue jangan setop-setop, pasti gue menang.” pikir kelinci. Ndilalah, ternyata jalan di depan kelinci terhalang sungai. “Duh, gimana nih gue nyebrangin ni sungai? Gue ga bisa brenang lagi” termenung si kelinci mencari jalan menyebrangi sungai.
Lama termenung, akhirnya kelinci melihat kura-kura dateng dan nyebur berenang di sungai, keluar lagi berjalan pelan menuju garis finish.
Terpaku kelinci melihat kemenangan si kura-kura.

Moral : ketahuilah…jikalau punya kemampuan dan ubah keadaan sesuai kemampuan yang kita punya

Ngeliat si kelinci terpaku sedih, kura-kura pun menghampirinya dan bilang,”dah, jangan sedih, besok kita ulangin lagi, tapi kita bareng-bareng.”
Esoknya, lomba dimulai lagi, tapi sekarang kelinci nggendong kura-kura sampe tepi sungai. Kemudian gantian kura-kura menggendong kelinci menyebrangi sungai dilanjutkan kembali kelinci nggendong kura-kura sampe garis finish. Hasilnya mereka berdua lebih cepat sampai di garis finish.

Moral : pinter dan berkemampuan tapi ga bisa kerjasama bakalan percuma karena dengan kerjasama maka kekurangan akan dipenuhi oleh yg lainnya .

Hikmah :
1. yang cepat dan konsisten selalu mengalahkan yg alon-alon asal kelakon.
2. bekerjalah sesuai kemampuanmu .
3. kumpulkan sumber daya dan kerja sebagai tim selalu mengalahkan kelebihan pribadi
4. jangan menyerah bila gagal .
5. berlombalah dengan situasi, jangan dengan saingan

Seberapa Lama Akar Itu Tertanam? (Sebuah Renungan, Motivasi)

Seberapa Lama Akar Itu Tertanam?

Pada suatu hari seorang tua yang bijaksana berjalan melalui hutan bersama seorang muda yang terkenal tidak bertanggung jawab dan kepala batu. Orang tua itu menghentikan langkahnya, lalu menunjuk sebuah pohon yang masih kecil. “Cabutlah pohon itu,” katanya. Segara pemuda itu membungkuk, dan hanya dengan dua jari saja ia dengan mudah dapat mencabut pohon itu.

Setelah berjalan lebih jauh lagi, orang tua itu berhenti di depan sebuah pohon yang agak besar. “Coba cabut pohon ini,” katanya. Sekali lagi pemuda itu menuruti perimtahnya, namun kali ini dia menggunakan kedua tangannya dan dengan sekuat tenaga mencabut akar pohon itu.

Akhirnya, mereka berhenti lagi di depan sebuah pohon yang sangat besar. “Sekarang, cabutlah pohon ini!” perintahnya lagi.

“Wah, itu tidak mungkin!” protes pemuda itu.

“Aku tidak dapat mencabut pohon sebesar ini. Untuk memindahkannya diperlukan sebuah buldoser.”

“Engkau benar sekali,” Jawab orang tua itu.

“Kebiasaan, entah baik ataupun buruk, sama seperti pohon-pohon itu. Kebiasaan yang belum berakar dalam seperti pohon yang masih sangat kecil, dapat dicabut dengan sangat mudah. Kebiasaan yang akarnya mulai mendalam seperti pohon yang sudah agak besar; untuk mencabutnya diperlukan usaha dan tenaga yang kuat. Kebiasaan yang sudah sangat lama telah berakar sangat dalam, sehingga orang itu sendiri tidak bisa lagi mencabutnya. Jagalah dirimu agar kebiasaan yang sedang engkau tanamkan adalah kebiasaan-kebiasaan baik.”

Coba ambil waktu dan selidiki hati Anda. Adakah kebiasaan buruk Anda yang masih sangat kecil tertanam di hati Anda? Adakah ‘pohon’ buruk yang sudah agak besar? Yang lebih penting, adakah ‘pohon’ besar yang sudah tertanam begitu lama? Jika ada, carilah penyelesaian masalah atas kebiasaan buruk Anda. Tanya orang lain yang menurut Anda bisa dipercaya dan mampu menyelesaikan masalah. Tidak hanya itu, berdoa kepada Tuhan merupakan obat bagi penyelesaian masalah Anda. Ubah sedikit demi sedikit perilaku yang buruk menjadi baik. Walau sesekali Anda gagal, terus ulangi. Dengan sikap ingin berubah yang total, Anda bisa membuang ‘akar’ jelek tersebut